Combivent UDV


Apa Kandungan dan Komposisi Combivent UDV?

Kandungan dan komposisi produk obat maupun suplemen dibedakan menjadi dua jenis yaitu kandungan aktif dan kandungan tidak aktif. Kandungan aktif adalah zat yang dapat menimbulkan aktivitas farmakologis atau efek langsung dalam diagnosis, pengobatan, terapi, pencegahan penyakit atau untuk memengaruhi struktur atau fungsi dari tubuh manusia.

Jenis yang kedua adalah kandungan tidak aktif atau disebut juga sebagai eksipien. Kandungan tidak aktif ini fungsinya sebagai media atau agen transportasi untuk mengantar atau mempermudah kandungan aktif untuk bekerja. Kandungan tidak aktif tidak akan menambah atau meningkatkan efek terapeutik dari kandungan aktif. Beberapa contoh dari kandungan tidak aktif ini antara lain zat pengikat, zat penstabil, zat pengawet, zat pemberi warna, dan zat pemberi rasa. Kandungan dan komposisi Combivent UDV adalah:

1 unit dose vial (2,5 ml) larutan untuk inhalasi mengandung:

>

Ipratropium bromide

0,52

mg

yang setara dengan

Ipratropium bromide anhydrous

0,5

mg

Salbutamol sulphate

3,01

mg

yang setara dengan

Salbutamol base

2,5

mg

Zat tambahan: natrium klorida, HCl, akuades.

Sekilas Tentang Sodium Chloride (Natrium Chloride) Pada Combivent UDV
Sodium chloride atau garam atau dalam istilah kimia disebut dengan NaCl adalah suatu mineral dan nutrisi yang secara alami ada di alam dan dapat dijumpai pada buah-buahan, sayuran, dan sebagainya. Sodium chloride memiliki banyak manfaat seperti:

  • Menyerap dan mentransportasikan nutrisi

  • Memelihara tekanan darah

  • Memelihara keseimbangan cairan tubuh

  • Membantu menjaga kesehatan saraf dalam mengirim sinyal

  • Menjaga kesehatan otot

  • mengurangi bakteri pada air liur

Kekurangan sodium chloride dapat mengakibatkan gangguan kesehatan seperti terganggunya keseimbangan hormon, muntah dan diare, penyakit ginjal, dan lain-lain.

Sekilas Tentang Salbutamol Pada Combivent UDV
Salbutamol atau yang dikenal juga dengan nama albuterol adalah suatu zat atau obat yang digunakan untuk memperlebar jalan udara di paru-paru atau biasa disebut sebagai obat bronkodilator. Obat ini digunakan untuk perawatan dan pengobatan asma, serangan asma, dan COPD (chronic obstructive pulmonary disease). Selain itu salbutamol juga digunakan untuk mengatasi tingginya kadar potasium dalam darah atau hiperkalemia. Sebagai reseptor beta2 antagonis, salbutamol juga digunakan sebagai tokolitik untuk melemaskan otot polos uterus untuk menunda kelahiran prematur.

Salbutamol pertama kali ditemukan oleh tim peneliti yang dipimpin oleh David Jack, seorang ahli farmakologi dan kimia di Allen and Hanburys laboratory di Inggris. Obat ini mulai dipatenkan pada 1966 di Inggris dan dijual secara komersial dengan nama Ventolin pada 1969. Di Amerika Serikat, obat ini mulai digunakan oleh dunia medis pada 1982. Selain dalam bentuk inhaler atau nebulizer, salbutamol juga tersedia dalam sediaan pil, liquid, dan cairan intravena.

Salbutamol bekerja dengan cara mengaktifkan reseptor beta2 yang menyebabkan adenylyl cyclase merubah ATP menjadi cAMP (cyclic-3′,5′-adenosine monophosphate) dimulai dengan menghambat fosforisasi miosin dan menurunkan konsentrasi ion kalsium intraseluler yang sebelumnya diperlukan oleh otot untuk berkontraksi. Peningkatan cAMP juga menghambat inflamasi sel di jalan nafas sepersi basofil, eosinofil, dan sel mast untuk melepaskan mediator inflamasi and sitokin. Salbutamol dan reseptor β2 agonis lainnya meningkatkan konduktansi saluran yang sensitif terhadap ion kalsium dan kalium sehingga dapat merelaksasi dan menghiperpolarisasi otot polos pada bronkus. Salbutamol dapat mengatasi hiperkalemia dengan menstimulasi potasium masuk ke dalam sel sehingga menurunkan kadar potasium dalam darah. Salbutamol akan disaring di dalam ginjal kemudian dimetabolisme menjadi 4'-O-sulfate dan diekresikan di dalam urin.

Pada pemberian melalui inhalasi, efek pada jalan nafas biasanya mulai teramati pada 5 hingga 15 menit setelah pemberian. Peningkatan fungsi paru secara maksimum biasanya akan terjadi dalam 60 hingga 90 menit setelah pemberian. Aktivitas bronkodilator salbutamol yang signifikan dapat bertahan antara 3 hingga 6 jam.

Efek samping yang umum terjadi setelah penggunaan salbutamol adalah sakit kepala, denyut jantung cepat, pusing, ansietas, ketidakseimbangan tubuh. Efek yang lebih serius seperti denyut jantung tidak teratur, kadar potasium dalam darah terlalu rendah (hipokalemia), dan bronkospasme yang memburuk.

Oleh FDA, keamanan penggunaan salbutamol pada wanita hamil dimasukkan dalam kategori C.

Sekilas Tentang Ipratropium Pada Combivent UDV
Ipratropium (sebagai ipratropium bromida, nama dagang Atrovent) adalah obat antikolinergik yang diberikan melalui inhalasi untuk pengobatan penyakit paru obstruktif. Ini bekerja dengan memblokir reseptor muskarinik di paru-paru, menghambat bronkokonstriksi dan sekresi lendir. Ini adalah antagonis muskarinik non-selektif, dan tidak berdifusi ke dalam darah, yang mencegah efek samping sistemik.

Ipratropium adalah turunan dari atropin tetapi merupakan amina kuaterner dan oleh karena itu tidak melewati sawar darah-otak, yang mencegah efek samping sentral (sindrom antikolinergik). Ipratropium juga dikombinasikan dengan albuterol (salbutamol) (nama dagang Combivent dan Duoneb) untuk pengelolaan COPD dan asma. Ipratropium juga dikombinasikan dengan fenoterol (nama dagang Duovent dan Berodual N) untuk pengelolaan asma.

Combivent UDV Obat Apa?


Apa Indikasi, Manfaat, dan Kegunaan Combivent UDV?

Indikasi merupakan petunjuk mengenai kondisi medis yang memerlukan efek terapi dari suatu produk kesehatan (obat, suplemen, dan lain-lain) atau kegunaan dari suatu produk kesehatan untuk suatu kondisi medis tertentu. Combivent UDV adalah suatu produk kesehatan yang diindikasikan untuk:

Ipratropium bromide adalah persenyawaan ammonium kuaterner yang mempunyai sifat antikolinergik (parasimpatolitik). Dalam studi preklinik, ipratropium bromide menghambat reflek vagus dengan melawan kerja asetilkolin, suatu zat transmiter yang dilepas oleh saraf vagus. Antikolinergik mencegah peningkatan konsentrasi siklik GMP intrasel yang disebabkan oleh interaksi antara asetilkolin dengan reseptor muskarinik di otot polos bronkus.
Bronkodilatasi yang terjadi setelah inhalasi ipratropium bromide adalah karena efek lokal yang spesifik di paru, bukan dari efek sistemik.
Salbutamol sulfat adalah obat adrenergik-beta2 yang bekerja merelaksasi otot polos saluran napas. Salbutamol merelaksasi semua otot polos dari trakea sampai bronkioli terminalis dan mencegah terjadinya bronkokonstriksi karena rangsangan.

Combivent UDV memberikan pelepasan ipratropium bromide dan salbutamol sulphate secara bersamaan dimana efek aditif pada reseptor muskarinik dan adrenergik-beta2  pada paru menghasilkan bronkodilatasi yang lebih baik dari masing-masing obat.

Uji klinik terkontrol pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik sedang sampai berat menunjukkan bahwa Combivent UDV mempunyai efek bronkodilatasi yang lebih besar daripada masing-masing komponen dan tidak dijumpai potensiasi efek samping.

Sekilas Tentang Sodium Chloride (Natrium Chloride) Pada Combivent UDV
Sodium chloride atau garam atau dalam istilah kimia disebut dengan NaCl adalah suatu mineral dan nutrisi yang secara alami ada di alam dan dapat dijumpai pada buah-buahan, sayuran, dan sebagainya. Sodium chloride memiliki banyak manfaat seperti:

  • Menyerap dan mentransportasikan nutrisi

  • Memelihara tekanan darah

  • Memelihara keseimbangan cairan tubuh

  • Membantu menjaga kesehatan saraf dalam mengirim sinyal

  • Menjaga kesehatan otot

  • mengurangi bakteri pada air liur

Kekurangan sodium chloride dapat mengakibatkan gangguan kesehatan seperti terganggunya keseimbangan hormon, muntah dan diare, penyakit ginjal, dan lain-lain.

Sekilas Tentang Ipratropium Pada Combivent UDV
Ipratropium (sebagai ipratropium bromida, nama dagang Atrovent) adalah obat antikolinergik yang diberikan melalui inhalasi untuk pengobatan penyakit paru obstruktif. Ini bekerja dengan memblokir reseptor muskarinik di paru-paru, menghambat bronkokonstriksi dan sekresi lendir. Ini adalah antagonis muskarinik non-selektif, dan tidak berdifusi ke dalam darah, yang mencegah efek samping sistemik.

Ipratropium adalah turunan dari atropin tetapi merupakan amina kuaterner dan oleh karena itu tidak melewati sawar darah-otak, yang mencegah efek samping sentral (sindrom antikolinergik). Ipratropium juga dikombinasikan dengan albuterol (salbutamol) (nama dagang Combivent dan Duoneb) untuk pengelolaan COPD dan asma. Ipratropium juga dikombinasikan dengan fenoterol (nama dagang Duovent dan Berodual N) untuk pengelolaan asma.
Sekilas Tentang Salbutamol Pada Combivent UDV
Salbutamol atau yang dikenal juga dengan nama albuterol adalah suatu zat atau obat yang digunakan untuk memperlebar jalan udara di paru-paru atau biasa disebut sebagai obat bronkodilator. Obat ini digunakan untuk perawatan dan pengobatan asma, serangan asma, dan COPD (chronic obstructive pulmonary disease). Selain itu salbutamol juga digunakan untuk mengatasi tingginya kadar potasium dalam darah atau hiperkalemia. Sebagai reseptor beta2 antagonis, salbutamol juga digunakan sebagai tokolitik untuk melemaskan otot polos uterus untuk menunda kelahiran prematur.

Salbutamol pertama kali ditemukan oleh tim peneliti yang dipimpin oleh David Jack, seorang ahli farmakologi dan kimia di Allen and Hanburys laboratory di Inggris. Obat ini mulai dipatenkan pada 1966 di Inggris dan dijual secara komersial dengan nama Ventolin pada 1969. Di Amerika Serikat, obat ini mulai digunakan oleh dunia medis pada 1982. Selain dalam bentuk inhaler atau nebulizer, salbutamol juga tersedia dalam sediaan pil, liquid, dan cairan intravena.

Salbutamol bekerja dengan cara mengaktifkan reseptor beta2 yang menyebabkan adenylyl cyclase merubah ATP menjadi cAMP (cyclic-3′,5′-adenosine monophosphate) dimulai dengan menghambat fosforisasi miosin dan menurunkan konsentrasi ion kalsium intraseluler yang sebelumnya diperlukan oleh otot untuk berkontraksi. Peningkatan cAMP juga menghambat inflamasi sel di jalan nafas sepersi basofil, eosinofil, dan sel mast untuk melepaskan mediator inflamasi and sitokin. Salbutamol dan reseptor β2 agonis lainnya meningkatkan konduktansi saluran yang sensitif terhadap ion kalsium dan kalium sehingga dapat merelaksasi dan menghiperpolarisasi otot polos pada bronkus. Salbutamol dapat mengatasi hiperkalemia dengan menstimulasi potasium masuk ke dalam sel sehingga menurunkan kadar potasium dalam darah. Salbutamol akan disaring di dalam ginjal kemudian dimetabolisme menjadi 4'-O-sulfate dan diekresikan di dalam urin.

Pada pemberian melalui inhalasi, efek pada jalan nafas biasanya mulai teramati pada 5 hingga 15 menit setelah pemberian. Peningkatan fungsi paru secara maksimum biasanya akan terjadi dalam 60 hingga 90 menit setelah pemberian. Aktivitas bronkodilator salbutamol yang signifikan dapat bertahan antara 3 hingga 6 jam.

Efek samping yang umum terjadi setelah penggunaan salbutamol adalah sakit kepala, denyut jantung cepat, pusing, ansietas, ketidakseimbangan tubuh. Efek yang lebih serius seperti denyut jantung tidak teratur, kadar potasium dalam darah terlalu rendah (hipokalemia), dan bronkospasme yang memburuk.

Oleh FDA, keamanan penggunaan salbutamol pada wanita hamil dimasukkan dalam kategori C.

Combivent UDV Obat Apa?


Apa Indikasi, Manfaat, dan Kegunaan Combivent UDV?

Indikasi merupakan petunjuk mengenai kondisi medis yang memerlukan efek terapi dari suatu produk kesehatan (obat, suplemen, dan lain-lain) atau kegunaan dari suatu produk kesehatan untuk suatu kondisi medis tertentu. Combivent UDV adalah suatu produk kesehatan yang diindikasikan untuk:

Combivent UDV diindikasikan untuk pengobatan bronkospasme yang disebabkan karena penyakit paru obstruktif kronik pada pasien yang menjalani pengobatan dengan Ipratropium dan Salbutamol.

Sekilas tentang pernapasan dan penyakitnya
Pernapasan adalah suatu proses dimana kita menghirup oksigen dari udara serta mengeluarkan karbon dioksida dan uap air. Respirasi adalah proses pembakaran (oksigen) zat-zat makanan (glukosa) di dalam sel-sel tubuh dengan bantuan oksigen dan enzim. Organ-organ pernapasan pada manusia yaitu rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan paru-paru, ronkiolus dan Alveolus.

Berikut adalah macam-macam penyakit pada sistem pernapasan


Faringitis

Faringitis adalah radang pada faring karena infeksi sehingga timbul rasa nyeri pada waktu menelan makanan ataupun kerongkongan terasa kering. Gangguan ini disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Bakteri yang biasa menyerang penyakit ini adalah Streptococcus pharyngitis. Peradangan juga dapat terjadi karena terlalu banyak merokok, ditandai dengan rasa sakit saat menelan dan rasa kering di kerongkongan.

Asma

Asma adalah kelainan penyumbatan saluran pernapasan yang disebabkan oleh alergi seperti debu, bulu, ataupun rambut. Global Initiative for Asthma, sebuah lembaga nirlaba internasional untu penanggulangan asma, mendefinisikan asma sebagai gangguan pada selaput pipa udara yang menyalurkan udara ke dalam paru-paru. Pada penyakit asma, paru-paru tidak dapat menyerap oksigen secara optimal. Asma ditandai dengan kontraksi yang kaku dari bronkiolus yang menyebabkan kesukaran bernapas. Asma dikenal dengan bengek yang disebabkan oleh hipersensitivas bronkiolus (disebut asma bronkiale) terhadap benda-benda asing di udara. Asma merupakan penyempitan saluran pernapasan utama pada paru-paru. Kelainan ini tidak menular dan bersifat genetis atau bawaan seseorang sejak lahir. Kelainan ini juga dapat kambuh jika suhu lingkungan cukup rendah atau keadaan dingin, udara kotor, alergi, dan stres (tekanan psikologis).

Influenza (Flu)

Penyakit influenza disebabkan oleh virus influenza. Gejala yang ditimbulkan antara lain pilek, hidung tersumbat, bersin-bersin, dan tenggorokan terasa gatal. Influenza merupakan suatu penyakit infeksi akut saluran pernafasan terutama ditandai oleh demam, gigil, sakit otot, sakit kepala dan sering disertai pilek, sakit tenggorok dan batuk yang tidak berdahak. Lama sakit berlangsung antara 2-7 hari dan biasanya sembuh sendiri.

Emfisema

Emfisema adalah penyakit pada paru-paru yang ditandai dengan pembengkakan pada paru-paru karena pembuluh darahnya kemasukan udara. Emfisema disebabkan hilangnya elastisitas alveolus. Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini.

Bronkitis

Bronkitis berupa peradangan pada selaput lendir dari saluran bronkial. Peradangan-peradangan tersebut dapat terjadi karena berbagai hal, di antaranya karena infeksi oleh mikroorganisme.

Asbestosis

Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang luas. Asbestos terdiri dari serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhisap, serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru, menyebabkan parut. Menghirup asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura (selaput yang melapisi paru-paru).

Sinusitis

Sinusitis merupakan penyakit peradangan pada bagian atas rongga hidung atau sinus paranasalis. Penyakit sinusitis disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus, menurunnya kekebalan tubuh, flu, stress, kecanduan rokok, dan infeksi pada gigi.

Tuberculosis (TBC)

TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat menyerang seluruh organ tubuh manusia, namun yang paling sering diserang adalah paru-paru (maka secara umum sering disebut sebagai penyakit paru-paru / TB Paru-paru).

Gejala-gejala penyakit TB Paru adalah: batu berdahak selama tiga minggu atau lebih, dalam dahak pernah didapati bercak darah, demam selama satu bulan lebih terutama pada siang dan sore, menurunnya nafsu makan dan juga berat badan, sering berkeringat saat malam, dan sesak nafas.

Pneumonia

Pneumonia atau Logensteking yaitu penyakit radang pari-paru yang disebabkan oleh Diplococcus pneumoniae. Akibat peradangan alveolus dipenuhi oleh nanah dan lender sehingga oksigen sulit berdifusi mencapai darah. Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun parasit di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi “inflame” dan terisi oleh cairan.

Dipteri

Dipteri adalah infeksi pada saluran pernapasan bagian atas. Pada umumnya, disebabkan oleh Corynebacterium diphterial. Pada tingkat lanjut, penderitanya dapat mengalami kerusakan selaput jantung, demam, lumpuh, bahkan meninggal dunia.

Renitis

Renitis merupakan peradangan pada rongga hidung sehingga hidung menjadi bengkak dan banyak mengeluarkan lendir. Gejala-gejala yang timbul pada seseorang yang menderita renitis antara lain bersin-bersin, hidung gatal, hidung tersumbat, dan berair (ingus encer). Renitis bisa timbul karena alergi atau faktor lain.

Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)

Upper Respiratory tract Infection (URI) merupakan penyakit yang menyerang sistem pernapasan manusia bagian atas, yaitu hidung, laring (tekak), dan tenggorokan. Penyakit ini sering dijumpai pada masa peralihan cuaca. Penyebab munculnya ISPA hampir sama dengan influenza, yaitu karena kekebalan tubuh yang menurun.

Kanker Paru-Paru

Penyakit ini merupakan salah satu yang paling berbahaya. Sel-sel kanker pada paru-paru terus tumbuh tidak terkendali. Penyakit ini lamakelamaan dapat menyerang seluruh tubuh. Salah satu pemicu kanker paru-paru adalah kebiasaan merokok. Merokok dapat memicu terjadinya kanker paru-paru dan kerusakan paru-paru.

SARS

SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) adalah sebuah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh virus Coronavirus dari ordo Coronaviridae. Virus ini menginfeksi saluran pernapasan. Gejalanya berbedabeda pada tiap penderita, misalnya pusing, muntah-muntah, disertai panas tinggi dan batuk. Sementara itu, gangguan yang tidak disebabkan oleh infeksi antara lain rinitis, yaitu peradangan pada membran lendir (mukosa) rongga hidung. Banyaknya lendir yang disekresikan, mengakibatkan peradangan. Biasanya, terjadi karena alergi terhadap suatu benda, seperti debu atau bulu hewan.

Rinitis

Rinitis adalah radang pada rongga hidung akibat infeksi oleh virus, missal virus influenza. Rinitis juga dapat terjadi karena reaksi alergi terhadap perubahan cuaca, serbuk sari, dan debu. Produksi lendir meningkat.

Laringitis

Laringitis adalah radang pada laring. Penderita serak atau kehilangan suara. Penyebabnya antara lain karena infeksi, terlalu banyak merokok, minum alkohol, dan terlalu banyak serak.

Legionnaries

Legionnaries adalah penyakit paru-paru yang disebabkan bakteri legionella pneumophilia. Bentuk infeksinya mirip dengan pneumonia.

Tonsilitis

Tonsillitis adalah peradangan pada tonsil (amandel) sehingga tampak membengkak, berwarna kemerahan, terasa lunak dan timbul bintik-bintik putih pada permukaannya. Tonsilitis umumnya disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Jika terjadi infeksi melalui mulut atau saluran pernapasan, tonsil akan membengkak (radang) yang dapat menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.

Asfiksi

Asfiksi adalah gangguan dalam pengangkutan jaringan toksigen ke jaringan yang disebabkan oleh terganggunya fungsi paru-paru, pembuluh darah, atau jaringan tubuh. Asfiksi disebababkan oleh: tenggelam (akibat alveolus terisi air), pneumonia (akibatnya alveolus terisi cairan lendir dan cairan limfa), keracunan CO dan HCN, atau gangguan sitem sitokrom (enzim pernapasan).

Hipoksia

Hipoksia yaitu gangguan pernapasan dimana kondisi sindrom kekurangan oksigen pada pada jaringan tubuh yang terjadi akibat pengaruh perbedaan ketinggian.Pada kasus yang fatal dapat menyebabkan kematian pada sel-sel. Namun pada tingkat yang lebih ringan dapat menimbulkan penekanan aktivitas mental (kadang-kadang memuncak sampai koma), dan menurunkan kapasitas kerja otot.

Berapa Dosis dan Bagaimana Aturan Pakai Combivent UDV?

Dosis adalah takaran yang dinyatakan dalam satuan bobot maupun volume (contoh: mg, gr) produk kesehatan (obat, suplemen, dan lain-lain) yang harus digunakan untuk suatu kondisi medis tertentu serta frekuensi pemberiannya. Biasanya kekuatan dosis ini tergantung pada kondisi medis, usia, dan berat badan seseorang. Aturan pakai mengacu pada bagaimana produk kesehatan tersebut digunakan atau dikonsumsi. Berikut ini dosis dan aturan pakai Combivent UDV:

Larutan inhalasi Combivent UDV dapat diberikan melalui nebuliser yang sesuai atau “intermitten positive pressure ventilator”.

Dewasa (termasuk orang tua): Isi dari 1 vial dosis unit, diberikan dengan nebulisasi dan inhalasi, tiga atau empat kali sehari.

Konseling untuk penghentian kebiasaan merokok harus menjadi tahap pertama dalam pengobatan pasien COPD yang merokok. Penghentian kebiasaan merokok memberikan manfaat simptomatik dan telah terbukti memberikan suatu keuntungan dengan memperlambat atau menghentikan memburuknya COPD.

Anak di bawah 12 tahun: belum ada  penelitian tentang penggunaan Combivent UDV pada anak di bawah 12 tahun.

Bagaimana Cara Pemberian Obat Combivent UDV?

UDV hanya digunakan untuk inhalasi dengan alat nebuliser yang sesuai dan tidak bisa digunakan per oral atau parenteral.

>

  • Siapkan alat nebuliser untuk pengisian sesuai dengan instruksi dari pabrik atau dokter
  • Robek 1 UDV dari strip
  • Buka UDV dengan memilin bagian atas dengan kuat
  • Pijat vial agar isinya masuk kedalam reservoir
  • Rakit nebuliser dan gunakan sesuai petunjuk
  • Setelah penggunaan, buanglah larutan yang tertinggal di reservoir dan bersihkan nebuliser sesuai instruksi pabrik

Karena UDV tidak mengandung pengawet, maka sangatlah penting larutan segera digunakan setelah dibuka dan gunakan vial yang baru pada setiap pemberian untuk mencegah kontaminasi bakteri. UDV yang telah digunakan sebagian, terbuka atau rusak harus dibuang.

Sangat dianjurkan untuk tidak mencampur larutan inhalasi Combivent dengan obat lain dalam nebuliser yang sama.

Apa saja Perhatian Penggunaan Combivent UDV?

Reaksi hipersensitif yang mungkin segera muncul setelah pemberian Combivent inhalasi pada kasus yang jarang adalah urtikaria, angioedema, ruam kulit, bronkospasme dan edema orofaring.

Komplikasi Mata

Pada kasus tersendiri pernah dilaporkan terjadinya komplikasi mata (yaitu midriasis, kenaikan tekanan intraokuler, glaukoma, nyeri dimata) apabila semprotan ipratropium bromide baik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi dengan agonis-beta2
adrenergik mengenai mata.Nyeri atau rasa tidak enak di mata, pandangan kabur, pandangan halos atau bayangan berwarna sehubungan dengan mata merah karena kongesti konjungtiva dan edema kornea adalah tanda-tanda dari glaukoma sudut sempit akut. Bila gejala-gejala ini timbul, pengobatan dengan tetes mata miotik harus diberikan dan segera mencari bantuan dokter spesialis.
Pasien harus diinstruksikan cara pemakaian Combivent UDV dengan benar. Hati-hati agar larutan atau kabut tidak masuk mata. Dianjurkan agar nebulisasi larutan diberikan lewat corong hisap. Bila tidak tersedia corong hisap, maka topeng nebulisasi yang benar-benar cocok dapat digunakan. Pasien yang cenderung menderita glaukoma harus diberi peringatan secara khusus untuk melindungi mata mereka.

Untuk kondisi-kondisi dibawah ini, Combivent hanya dapat digunakan secara hati-hati dengan mempertimbangkan manfaat risikonya, khususnya bila hendak diberikan pada dosis yang melebihi dosis yang dianjurkan.

Diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik, infark baru pada miokardium, gangguan organik jantung yang berat atau pembuluh darah, hipertiroidisme, feokromositoma, risiko glaukoma sudut­ sempit, hipertropi prostat atau sumbatan leher kandung kencing.

Terapi agonis-beta2 dapat menyebabkan hipokalemia yang serius. Selain itu, kurangnya jumlah oksigen pada jaringan dapat memperberat efek hipokalemia pada irama jantung.

Pasien dengan cystic fibrosis cenderung untuk mendapatkan gangguan motilitas gastro-intestinal.
Pada kasus sesak napas yang mendadak atau memburuk dengan cepat, segeralah konsultasi dengan dokter.

Bila untuk mengontrol gejala diperlukan Combivent dengan dosis yang lebih tinggi dari yang dianjurkan, maka rencana terapi pasien sebaiknya ditinjau ulang lagi oleh dokter.

Hasil percobaan pada binatang menunjukkan bahwa dosis tinggi dari beberapa agen simpatomimetika dapat menyebabkan kardionekrosis. Dalam hal ini, kemungkinan kerusakan jantung pada manusia mungkin terjadi. Pemberian Combivent UDV dengan cara inhalasi menghasilkan konsentrasi plasma Salbutamol yang rendah sehingga risiko efek ini lebih rendah daripada cara pemberian yang lainnya.

Pasien harus diberitahukan cara pemakaian yang benar dari Combivent UDV.

Penggunaan jangka panjang
Apabila obstruksi bronkial memburuk, adalah tidak tepat dan mungkin berbahaya untuk hanya meningkatkan penggunaan Combivent UDV melebihi dosis yang dianjurkan dalam jangka waktu yang panjang.

Keamanan Penggunan Pada Wanita Hamil dan Menyusui

Keamanan selama kehamilan belum diketahui. Peringatan sehubungan dengan pemakaian obat pada kehamilan, terutama selama trismester pertama harus diperhatikan.

Efek penghambatan terhadap kontraksi rahim harus diperhitungkan.

Salbutamol sulphate dan ipratropium bromide mungkin diekskresikan lewat air susu ibu dan efeknya terhadap neonatus belum diketahui. Walaupun basa kuaterner yang tidak larut dalam lemak bisa melewati air susu ibu, tetapi ipratropium bromide tidak mencapai bayi terutama bila diberikan dengan inhalasi. Akan tetapi karena banyak obat yang dikeluarkan lewat air susu ibu, maka perhatian harus diberikan bila Combivent diberikan pada wanita menyusui.


Pertanyaan yang Sering Diajukan

Apakah Aman Menggunakan Combivent UDV Saat Mengemudi atau Mengoperasikan Mesin?

Jika Anda mengalami gejala efek samping seperti mengantuk, pusing, gangguan penglihatan, gangguan pernapasan, jantung berdebar, dan lain-lain setelah menggunakan Combivent UDV, yang dapat mempengaruhi kesadaran atau kemampuan dalam mengemudi maupun mengoperasikan mesin, maka sebaiknya Anda menghindarkan diri dari aktivitas-aktivitas tersebut selama penggunaan dan konsultasikan dengan dokter Anda.

Bagaimana Jika Saya Lupa Menggunakan Combivent UDV?

Jika Anda lupa menggunakan Combivent UDV, segera gunakan jika waktunya belum lama terlewat, namun jika sudah lama terlewat dan mendekati waktu penggunaan berikutnya, maka gunakan seperti dosis biasa dan lewati dosis yang sudah terlewat, jangan menggandakan dosis untuk mengganti dosis yang terlewat. Pastikan Anda mencatat atau menyalakan pengingat untuk mengingatkan Anda mengenai waktu penggunaan obat agar tidak terlewat kembali.

Apakah Saya Dapat Menghentikan Penggunaan Combivent UDV Sewaktu-waktu?

Beberapa obat harus digunakan sesuai dengan dosis yang diberikan oleh dokter. Jangan melebih atau mengurangi dosis obat yang diberikan oleh dokter secara sepihak tanpa berkonsultasi dengan dokter. Obat seperti antibiotik, antivirus, antijamur, dan sebagainya harus digunakan sesuai petunjuk dokter untuk mencegah resistensi dari bakteri, virus, maupun jamur terhadap obat tersebut. Konsultasikan dengan dokter mengenai hal ini.

Jangan menghentikan penggunaan obat secara tiba-tiba tanpa sepengetahuan dokter, karena beberapa obat memiliki efek penarikan jika penghentian dilakukan secara mendadak. Konsultasikan dengan dokter mengenai hal ini.

Bagaimana Cara Penyimpanan Combivent UDV?

Setiap obat memiliki cara penyimpanan yang berbeda-beda, cara penyimpanan dapat Anda ketahui melalui kemasan obat. Pastikan Anda menyimpan obat pada tempat tertutup, jauhkan dari panas maupun kelembapan. Jauhkan juga dari paparan sinar Matahari, jangkauan anak-anak, dan jangkauan hewan.

Bagaimana Penanganan Combivent UDV yang Sudah Kedaluwarsa?

Jangan membuang obat kedaluwarsa ke saluran air, tempat penampungan air, maupun toilet, sebab dapat berpotensi mencemari lingkungan. Juga jangan membuangnya langsung ke tempat pembuangan sampah umum, hal tersebut untuk menghindari penyalahgunaan obat. Hubungi Dinas Kesehatan setempat mengenai cara penangangan obat kedaluwarsa.


Apa Efek Samping Combivent UDV?

Efek Samping merupakan suatu efek yang tidak diinginkan dari suatu obat. Efek samping ini dapat bervariasi pada setiap individu tergantung pada pada kondisi penyakit, usia, berat badan, jenis kelamin, etnis, maupun kondisi kesehatan seseorang. Efek samping Combivent UDV yang mungkin terjadi adalah:

  • Seperti pada agonis-beta2 yang lain, efek samping yang sering terjadi dari Combivent adalah nyeri kepala, pusing, gelisah, takikardia, gemetar pada otot kerangka dan palpitasi, dan ini terjadi terutama pada pasien yang rentan
  • Hipokalema berat mungkin terjadi karena agonis-beta2. Seperti pada pengobatan inhalasi lainnya, batuk, iritasi lokal dan yang jarang bronkokonstriksi karena inhalasi dapat dijumpai. Seperti pada betamimetik yang lain mungkin terjadi mual, muntah, berkeringat, kelemahan otot dan mialgia atau kejang otot. Pada kasus yang jarang mungkin terjadi penurunan tekanan darah diastolik, peningkatan tekanan darah sistolik. aritmia dan ini terjadi terutama setelah dosis yang lebih tinggi
  • Pada kasus yang jarang pernah dllaporkan reaksi alergl dikulit terutama pada pasien yang hipersensitif
  • Pada kasus yang sangat individual pernah dilaporkan gangguan psikologis setelah inhalasi dengan beta mimetik
  • Efek samping dari penggunaan antikolinergik yang sering terjadi adalah mulut kering dan disfonia
  • Pada kasus tersendiri pernah dilaporkan terjadinya komplikasi mata (yaitu midriasis, kenaikan tekanan intraokuler, glaukoma, nyeri di mata) apabila semprotan ipratropium bromide baik tunggal maupun kombinasi dengan agonis-beta2 adrenergik mengenai mata
  • Efek samping mata, gangguan motilitas gastrointestinal dan retensi urin mungkin terjadi pada kasus yang jarang dan bersifat reversibel

Apa Saja Kontraindikasi Combivent UDV?

Kontraindikasi merupakan suatu petunjuk mengenai kondisi-kondisi dimana penggunaan obat tersebut tidak tepat atau tidak dikehendaki dan kemungkinan berpotensi membahayakan jika diberikan. Pemberian Combivent UDV dikontraindikasikan pada kondisi-kondisi berikut ini:

Hipertrofi obstruksi kardiomiopati, takiaritmia. Hipersensitif terhadap salah satu komponen obat baik atropin ataupun derivatnya.

Apa Saja Interaksi Obat Combivent UDV?

Interaksi obat merupakan suatu perubahan aksi atau efek obat sebagai akibat dari penggunaan atau pemberian bersamaan dengan obat lain, suplemen, makanan, minuman, atau zat lainnya. Interaksi obat Combivent UDV antara lain:

  • Pemberian bersamaan dengan derivat xanthin, adrenergik-beta yang lain dan antikolinergik mungkin memperberat efek samping
  • Hipokalemia yang disebabkan oleh agonis-beta mungkin diperberat oleh pemberian bersamaan dengan derivat xanthin, glukokortikosteroid dan diuretik. Ini harus diperhitungkan terutama pada pasien dengan obstruksi saluran napas yang berat.
    Hipokalemia bisa meningkatkan kerentanan terhadap aritmia pada pasien yang minum digoksin. Dianjurkan untuk mengamati kadar kalium dalam serum
  • Pengurangan efek bronkodilatasi yang serius mungkin terjadi bila diberikan bersamaan dengan beta bloker
  • Agonis-beta2 harus diberikan secara hati-hati pada pasien yang diobati dengan monoamin-oksidase (MAO) atau antidepresan trisiklik karena kerja agonis-beta akan diperkuat
  • Inhalasi anestesi golongan hidrokarbon halogen seperti halotan, trikloroetilen dan enfluran mungkin meningkatkan kerentanan terhadap efek kardiovaskuler dari agonis-beta

Overdosis

Gejala:

Efek kelebihan dosis terutama karena salbutamol.

Gejala kelebihan dosis yang disebabkan rangsangan kelebihan adrenergik-beta adalah takikardia, palpitasi, tremor, hipertensi, hipotensi, peningkatan tekanan nadi, nyeri angina, aritmia dan kemerahan pada wajah.
Gejala kelebihan dosis ipratropium bromide (seperti mulut kering, gangguan pada akomodasi mata) diharapkan akan bersifat ringan dan sementara dengan melihat jangkauan terapi yang luas dan pemberian secara topikal.

Terapi:

Pemberian sedatif, obat penenang dan terapi intensif pada kasus­ kasus berat.
Penghambat reseptor-beta, terutama beta1-selektif sesuai untuk antidotum spesifik; tetapi kemungkinan meningkatnya obstruksi bronkus harus diperhitungkan dan dosis harus disesuaikan dengan hati-hati pada pasien yang menderita asma bronkial.

Bagaimana Kemasan dan Sediaan Combivent UDV?

Larutan inhalasi dalam unit dose vials
Dus berisi 10 vial @  2,5 ml

Berapa Nomor Izin BPOM Combivent UDV?

Setiap produk obat, suplemen, makanan, dan minuman yang beredar di Indonesia harus mendapatkan izin edar dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) yaitu suatu Badan Negara yang memiliki fungsi melakukan pemeriksaan terhadap sarana dan prasarana produksi, melakukan pengambilan contoh produk, melakukan pengujian produk, dan memberikan sertifikasi terhadap produk. BPOM juga melakukan pengawasan terhadap produk sebelum dan selama beredar, serta memberikan sanksi administratif seperti dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar, disita untuk dimusnahkan, bagi pihak yang melakukan pelanggaran. Berikut adalah izin edar dari BPOM yang dikeluarkan untuk produk Combivent UDV:

DKI1152502775A1

Bagaimana Cara Penyimpanan Combivent UDV?

Simpan pada suhu 25-30°C, terlindung dari cahaya.
Simpan di tempat yang aman, jauhkan dari jangkauan anak-anak .

Apa Nama Perusahaan Produsen Combivent UDV?

Produsen obat (perusahaan farmasi) adalah suatu perusahaan atau badan usaha yang melakukan kegiatan produksi, penelitian, pengembangan produk obat maupun produk farmasi lainnya. Obat yang diproduksi bisa merupakan obat generik maupun obat bermerek. Perusahaan jamu adalah suatu perusahaan yang memproduksi produk jamu yakni suatu bahan atau ramuan berupa tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sari, atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang telah digunakan secara turun-temurun untuk pengobatan. Baik perusahaan farmasi maupun perusahaan jamu harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Setiap perusahaan farmasi harus memenuhi syarat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik), sedangkan perusahaan jamu harus memenuhi syarat CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) untuk dapat melakukan kegiatan produksinya agar produk yang dihasilkan dapat terjamin khasiat, keamanan, dan mutunya. Berikut ini nama perusahaan pembuat produk Combivent UDV:

Boehringer Ingelheim Limited
Bracknell, United Kingdom

Importir

PT. Boehringer Ingelheim Indonesia
Bogor, Indonesia