BPOM Bongkar Praktik Peredaran Obat Ilegal Senilai 3,5 Miliar di Semarang


Berawal dari informasi Balai Besar POM (BBPOM) di Pekanbaru yang menyebutkan adanya penjualan obat ilegal berupa sediaan injeksi melalui online yang berasal dari Semarang, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BBPOM di Semarang bersama dengan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP), Kepolisian Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) di Jawa Tengah berhasil membongkar praktek distribusi obat dan kosmetik ilegal di Semarang dan Magelang pada Senin (28/05).

Berdasarkan penelusuran, sebuah gudang berkedok agen jasa pengiriman ekspedisi di Semarang menjadi sumber peredaran obat ilegal yang dijual secara online. “Dugaan sementara, praktek distribusi ilegal ini dilakukan dengan modus menjual obat ilegal melalui e-commerce dan media sosial serta didistribusikan melalui jasa pengiriman ke seluruh Indonesia”, ungkap Kepala BPOM RI Penny K. Lukito saat meninjau gudang di Semarang yang disinyalir menjadi tempat pengemasan produk ilegal tersebut Kamis (31/25). “Pelaku menjalankan usaha di gudang ini sebagai tempat penyimpanan, pengemasan, dan pengiriman barang”, lebih lanjut Penny K. Lukito menjelaskan.

Dari TKP ditemukan barang bukti kejahatan berbagai jenis obat ilegal yang banyak ditemukan di peredaran antara lain berupa injeksi vitamin C, Kolagen, Gluthathion, Tretinoin, obat-obat pelangsing, Sibutramine HCl, serta produk-produk skincare dengan total sejumlah 146 item (127.900 pieces) dengan nilai keekonomian diperkirakan mencapai 3.5 miliar rupiah. Selain itu petugas juga menyita 7 (tujuh) unit handphone dan 5 (lima) unit personal computer yang digunakan untuk transaksi dan administrasi penjualan serta dokumen dan catatan penjualan.

BPOM RI telah menyita seluruh produk obat ilegal beserta dokumen dan catatan penjualan tersebut. Berdasarkan pemeriksaan sementara terhadap saksi-saksi, PPNS BPOM RI telah menetapkan satu orang tersangka berinisial UA. “Berdasarkan dokumen yang ditemukan dan keterangan tersangka, usaha dijalankan sejak tahun 2015 dengan omset 400-500 juta rupiah per bulan. Temuan ini akan ditindaklanjuti BPOM RI melalui proses pro-justitia guna mengungkap aktor intelektual”, ujar Kepala BPOM RI.

Pelaku diduga melanggar Pasal 196 dan 197 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 1.5 miliar rupiah.

“Ini merupakan salah satu temuan terkait jaringan distribusi produk ilegal secara online. Kami terus melakukan penelusuran terhadap temuan ini untuk mengungkap siapa pelaku utama kejahatan ini. Kami juga akan bekerja sama dengan penegak hukum untuk memastikan pelaku kejahatan ini mendapatkan hukuman maksimal”, tegas Penny K. Lukito.

Terkait maraknya peredaran obat ilegal, Kepala BPOM RI kembali meminta kepada seluruh pelaku usaha untuk mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Masyarakat juga diharapkan untuk lebih berhati-hati dalam memilih obat yang akan dikonsumsi. Jangan membeli atau memilih produk obat yang tidak memiliki izin edar. Ingat selalu Cek KLIK, Cek Kemasan, Cek Label, Cek Izin edar, dan Cek Kedaluwarsa sebelum membeli atau memilih produk obat”, imbau Kepala BPOM RI menutup penjelasannya.

Source: pom.go.id