Studi: beberapa obat non-antibiotik diketahui memicu peningkatan resistensi bakteri pada antibiotik


Suatu penelitian di Jerman menunjukkan bahwa beberapa obat yang non-antibiotik yang biasa dikonsumsi, ternyata membuat bakteri yang ada di dalam usus menjadi lebih resisten atau kebal terhadap antibiotik. Jenis obat obatan non-antibiotik itupun beragam mulai dari obat antiinflamasi, antivirus, obat kemoterapi, obat tekanan darah, hingga obat antipsikotik.

Bakteri di dalam usus manusia yang disebut juga dengan istilah mikrobioma usus akan terganggu hidupnya jika diberi antibiotik, namun obat-obatan non-antibiotik tertentu, tampaknya membuat bakteri tadi lebih kebal dari sebelumnya. Hal tersebut ditemukan saat peneliti dari European Molecular Biology Laboratory (EMBL) di Jerman menguji sekira 1079 obat terdiri dari antibiotik, antiseptik, dan obat non-antibiotik pada sekira 40 jenis spesies bakteri usus, 38 diantaranya merupakan bakteri yang umum dijumpai pada usus manusia yang sehat, termasuk Escherichia coli (E coli), bacteroides fragilis, dan Clostridium difficile. Hasilnya dari 1,079 obat yang diuji coba, 156 obat diketahui memiliki efek antibakteri (144 antibiotik dan 12 antiseptik), 88 obat memiliki keefektifan terhadap virus, jamur, dan parasit. Obat lainnya merupakan obat yang menargetkan sel manusia.

Hasilnya 78% obat antibiotik dan antiseptik tadi menunjukkan efek menghambat pertumbuhan setidaknya satu spesies bakteri namun yang lain dapat mempengaruhi pertumbuhan spesies bakteri yang lain. Beberapa antibiotik sebenarnya dibuat secara spesifik untuk menghambat suatu jenis bakteri tertentu saja. Tapi ada juga yang menargetkan flora normal pada usus sehingga hal inilah yang sering menyebabkan masalah pencernaan karena flora normal usus diganggu oleh antibiotik, akibatnya bakteri Clostridium difficile berkembang biak di dalam usus menyebabkan penyakit diare.

Sebanyak 27% obat-obatan non-antibiotik seperti omeprazol (obat skizofrenia) dan metformin (obat antidiabetes) juga diuji coba dan didapat data bahwa kedua obat itu memiliki efek ‘antimikroba’. Diduga itu akibat mekanisme kerja dari kedua obat itu.

Obat lain seperti obat kemoterapi, obat tekanan darah, dan obat antipsikotik dapat menghambat pertumbuhan bakteri usus lebih dari obat-obatan non-antibiotik lainnya karena dapat mempengaruhi pertumbuhan setidaknya 10 jenis bakteri.

Meskipun respon bakteri terhadap berbagai macam obat bervariasi, bakteri yang jumlahnya mayoritas di usus seperti Roseburia intestinalis, Eubacterium rectale, dan Bacteroides vulgaris akan mengalami kerentanan, sebab itu berhubungan dengan status kesehatan seseorang.

Jenis bakteri yang kebal terhadap efek ‘antimikroba’ obat non-antibiotik ternyata juga merupakan bakteri yang kebal terhadap antibiotik. Bakteri yang kebal terhadap antibiotik menggunakan mekanisme pertahanan yang sama untuk melawan efek ‘antimikroba’ obat non-antibiotik. Bakteri usus yang umum dijumpai seperti E coli diketahui memiliki gen tolC yang membuatnya mampu membawa agen antibiotik dan bahan kimia lainnya keluar dari sel bakteri itu. E coli yang memiliki gen tolC berlebih, resisten terhadap antibiotik dan enam atau tujuh obat non-antibiotik. Sedangkan pada E coli yang memiliki jumlah gen tolC kurang, mereka menjadi lebih resisten dari sebelumnya terhadap kedua jenis obat itu.

Dr Lisa Maier dari EMBL dan timnya menguji coba obat-obatan tadi pada E coli strain tertentu. Mereka mencoba sekira 4000 strain bakteri E coli yang kemudian dirancang untuk menghasilkan protein pada tingkat yang berbeda-beda. Setelah itu mereka mempelajari efek dari tujuh obat non-antibiotik pada bakteri itu.

Tim peneliti menemukan bahwasannya ternyata memang bakteri itu menggunakan mekanisme yang sama untuk menghindari efek obat-obat tadi. Dan sudah menjadi kebiasaan bakteri untuk ‘menularkan’ sistem perlawanannya tadi itu tidak hanya pada pada jenisnya sendiri namun hingga ke jenis bakteri yang berbeda. Sehingga bukan hal yang mustahil bila resistensi bakteri usus tadi dapat menyebabkan patogen lain yang menginfeksi tubuh juga menjadi resisten.

Penelitian yang dilakukan Dr Maier ini selain menimbulkan ketakutan juga memunculkan harapan baru bahwa ternyata ada bakteri yang kebal terhadap suatu antibiotik, namun justru kalah dengan efek obat non-antibiotik. Ini dapat menjadi titik awal pengembangan obat antimikroba yang baru.

Daftar pustaka:

[bg_collapse view=”button-blue” color=”#fff” expand_text=”Show ” collapse_text=”Hide” ]

  • Drug resistanceNon-antibiotic drugs promote antibiotic resistance. https://www.economist.com/science-and-technology/2018/03/19/non-antibiotic-drugs-promote-antibiotic-resistance. Diakses 24 Januari 2019
  • Many non-antibiotic drugs can alter gut bacteria. https://www.medicalnewstoday.com/articles/321275.php. Diakses 24 Januari 2019
  • Extensive impact of non-antibiotic drugs on human gut bacteria. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/29555994. Diakses 24 Januari 2019
  • Study: Non-antibiotic drugs affect gut bacteria, could promote resistance. http://www.cidrap.umn.edu/news-perspective/2018/03/study-non-antibiotic-drugs-affect-gut-bacteria-could-promote-resistance. Diakses 24 Januari 2019
  • Many Non-Antibiotic Drugs Affect Gut Bacteria. https://www.the-scientist.com/the-nutshell/many-non-antibiotic-drugs-affect-gut-bacteria-29937. Diakses 24 Januari 2019

[/bg_collapse]