Berdasarkan penelitian kohort di Beaver Dam Offspring, prevalensi mata kering dilaporkan sebanyak 14,5 persen (17,9 persen perempuan dan 10,5 persen pria). Adapun beberapa faktor risiko kejadian mata kering meliputi:
- usia,
- jenis kelamin perempuan,
- perubahan hormonal (terutama karena menurunnya androgen),
- penyakit sistemik (diabetes mellitus, penyakit Parkinson),
- pemakaian lensa kontak,
- penggunaan obat-obatan sistemik (antihistamin, antikolinergik, estrogen, isotretinoin, selective serotonin receptor antagonists, amiodarone, nicotinic acid),
- pengobatan mata, defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin A),
- penurunan sensasi kornea,
- operasi mata (terutama terkait operasi refraktif kornea), lingkungan dengan kelembaban rendah.
Mata kering memang terkadang sulit diobati. Salah satunya karena beragam diagnosis banding dari mata kering itu sendiri, seperti:
- Blefaritis
- Konjungtivitis (alergi, virus)
- Keratokonjungtivitis atopik dan vernal
- Bell Palsy
- Sindrom Floppy Eyelid
- Keratopati neurotropik
- Rosacea okuler
- Keratokonjungtivitis superior limbik
- Oftalmopati tiroid
- Keratopati toksik
- Sindrom Sjogren primer
- Sindrom Sjogren sekunder
- Disfungsi kelenjar Meibom
- Keratoconjunctivitis sicca
- Infeksi mikroba atau mikroorganisme lainnya
Solusi terbaik adalah segera memeriksakan diri ke dokter keluarga atau dokter spesialis mata terdekat untuk mendapatkan penanganan yang sesuai. Boleh jadi dokter akan memberikan air mata buatan atau merekomendasikan agen imunosupresif (cyclosporine topikal).
Sumber: Detikhealth